Semarang – Kementerian Pertanian RI melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terus berkomitmen mengembangkan pertanian berkelanjutan berbasis ramah lingkungan. Salah satunya dengan memasifkan pengamanan produksi dari serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan pemanfaatan bahan-bahan alami.
Ditjen Tanaman Pangan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terus aktif mensosialisasikan upaya-upaya strategis pengendalian tikus, termasuk penyebarluasan informasi ramuan pengendali tikus bernama “bioyoso” hasil karya petani asal Sukoharjo, Jawa Tengah bernama Yoso Martono Suyadi atau yang biasa sapa Mbah Yoso.
Bioyoso sendiri merupakan pestisida nabati pengendali tikus hasil racikan dari bahan-bahan alami, antara lain: umbi gadung, kulit batang kamboja, bekatul, ikan segar, dan ragi tape. Dan untuk mengapresiasi penciptanya, Kemenkumham RI pun telah menerbitkan Surat Pencatatan Ciptaan Bioyoso dengan nomor register 000590215.
Sebagai bentuk apresiasi dari Kementan, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyerahkan secara langsung sertifikat hak cipta kepada Mbah Yoso sebagai pencipta ramuan Bioyoso tersebut pada hari Minggu 21 April 2024.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menyampaikan bahwa pemerintah sangat mengapresiasi setiap hasil karya petani, petugas maupun masyarakat, khususnya di bidang pertanian. “Anugrah hak cipta ini hendaknya menjadi penyemangat kita semua, pelecut hadirnya mbah yoso-mbah yoso yang lain, yang kreatif dan inovatif mendukung memajukan pertanian Indonesia,” kata Suwandi
“Hal ini selaras dengan semangat Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, yang sangat peduli dan komitmen terhadap setiap upaya memajukan pertanian, menjadikan petani yang inovatif, mandiri, dan modern,” Sambungnya.
Suwandi menjelaskan ramuan bioyoso tersebut bahan alamai, ramah lingkungan dan gratis. Ramuan tersebut bisa dibuat oleh petani sendiri, dan atau secara berkelompok, sehingga lebih efektif mengendalikan tikus skala hamparan.
Lebih lanjut Suwandi mengambarkanuntuk mengendalian tikus pada area tanam seluas 5 hektar selama satu musim cukup dengan bahan 1 kg kulit kamboja, 1 kg ubi gadung, 1 kg katul, 1 kg ikan tawar, 15 potong ragi tape, ditumbuk, dicampur dan dibuat butiran, dikeringkan sehingga bertahan simpan hingga 4 bulan.
“Pada saat membuat ramuan dan aplikasi agar petani menggunakan sarung tangan plastik sehingga tangan tidak bersentuhan dengan ramuan, secara jelas bisa belajar di medsos dan youtube,” Imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Rachmat mengingatkan kepada jajarannya untuk meningkatkan kewaspadaan OPT, termasuk tikus yang menjadi salah satu hama utama saat ini.
“Kunci keberhasilan pengendalian tikus adalah pengendalian harus dilakukan secara serentak dan di hamparan yang luas. Lakukan gropyokan sebelum tanam dan lanjutkan dengan pemasangan umpan. Nah, bioyoso ini adalah umpan ramah yang harus dicoba karena manjur dan ramah lingkungan,” terang Rachmat.
“Kami menerapkan budaya kerja Bernas, yaitu berorientasi pelayanan, aksi nyata, adaptif, dan sinergi. Oleh karena itu, koordinasi dan kolaborasi dari berbagai pihak, baik pusat maupun daerah, sangat diperlukan untuk menyukseskan pengamanan produksi pangan nasional,” imbuh Rachmat.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, Supriyanto mengatakan turut berbangga atas prestasi mbah Yoso ini. “Meskipun usianya tidak muda lagi, tapi semangat Mbah Yoso selalu awet muda, tidak kenal lelah melakukan inovasi-inovasi di lahannya sendiri selama bertahun-tahun, demi menghasilkan produk ramah lingkungan dan mudah ditiru oleh petani lain,” ungkap Supriyanto.
Dihubungi di tempat yang sama, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo, Bagas Windaryatno, mengatakan akan memasifkan pemanfaatan ramuan bioyoso ini di wilayahnya untuk mengamankan pertanaman Sukoharjo dari serangan tikus. Selain dengan bioyoso, tikus juga dapat dikendalikan dengan pemanfaatan burung hantu.
Sementara itu, Yoso Martono Suyadi, petani penemu bioyoso mengucapkan terima kasihnya atas perhatian dan bantun dari pemerintah terhadap pengakuan hasil karyanya. “Sebagai petani, yang penting saya dapat bertani sepenuh hati, menjaga kearifan lokal dan lingkungan. Makanya, jika ramuan ini dibuat dengan benar dan dimakan tikus, tikus bisa menjadi ompong, mandul, atau mati,” tutur mbah yoso, sapaan akrabnya.
Acara sosialisasi dan penganugerahan hak cipta bioyoso di Aula Dinas Pertanian Prov. Jawa Tengah ini dihadiri secara daring dan luring oleh jajaran Dinas Pertanian Prov. Jawa Tengah, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura serta petugas POPT dari seluruh wilayah di Indonesia.